Prospek dan Tantangan Ekonomi Indonesia 2025 “Antara Optimisme dan Perlambatan”

Prospek dan Tantangan Ekonomi Indonesia 2025 “Antara Optimisme dan Perlambatan”

FEB UNIKAMA – Memasuki tahun 2025, perekonomian Indonesia dihadapkan pada dinamika global yang penuh tantangan. Ketidakpastian ekonomi dunia akibat suku bunga tinggi, gangguan rantai pasok, serta kerentanan pangan dan energi karena perubahan iklim, telah menekan proyeksi pertumbuhan ekonomi global ke kisaran 3,2% untuk tahun 2024 dan 2025. Meski demikian, indoesia masih menunjukkan ketahanan dengan pertumbuhan ekonomi yang relative solid, meski terdapat sinyal perlambatan pada awal tahun 2025.
Pada triwulan I/2025, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,87%, menurun disbanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,11%.

Angka ini juga lebih rendah dari konsensus proyeksi sejumlah lemmbaga yang memperkirakan pertumbuhan sekitar 4,9%. Penurunan ini menjadi pertumbuhan terendah sejak kuartal III/2021, menandakan adanya tekanan nyata terhadap daya beli masyarakat serta melambatnya laju investasi. Konsumsi rumah tangga, yang menjadi penopang utama ekonomi Indonesia, tumbuh 4,5% pada kuartal I/2025, melambat dari 4,91% pada kuartal I/2024. Kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap produk domestic bruto (PDB) juga turun menjadi 54,5% dari sebelumnya 54,9%. Sementara itu, investasi masih terhambat oleh tingginya suku bunga, hambatan regulasi dan ketidakpastian global.

Beberapa faktor utama yang memicu perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada awal 2025 antara lain :

  • Penurunan daya beli : tekanan inflasi dan harga kebutuhan pokok menyebabkan
    rumah tangga melemah, terutama pada kelompok masyarakat menengah ke bawah
  • Perlambatan investasi : suku bunga tinggi dan ketidakpastian global menahan laju
    investasi, baik dari dalam negeri maupun asing
  • Belanja pemerintah : realisasi belanja pemerintah yang belu optimal di awal tahun
    turut menahan laju pertumbuhan ekonomi
  • Tekanan eksternal : kondisi global yang masih diliputi ketidakpastian, termasuk
    perang dagang dan fluktuasi harga komoditas, ikut menambah tekanan pada
    perekonomian nasional

Pemerintah tetap optimis dan menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% pada tahun 2025. Berbagai program stimulus telah digulirkan untuk menjaga daya beli dan mendorong konsumsi, seperti bantuan pangan untuk 16 juta keluarga penerima manfaat, diskon Listrik, insentif pajak, serta program belanja nasional seperti Harbolnas dan BINA yang berkhasil meningkatkan transaksi ritel secara signifikan. Selain itu, pemerintah juga menyiapkan paket stimulus ekonomi untuk menjaga omentum pertumbuhan, antara lain
melalui insentif fiscal, subsidi sektor strategis, serta penguatan investasi dana ekspor. Namun, sejumlah ekonomi menilai target pertumbuhan 5,2% cukup menantang, mengingat perlambatan yang terjadi pada awal tahun dan perlunya pemulihan kuat di semester kedua, khusunya di sektor investasi, konsumsi dan industri manufaktur.

Lembaga internasional seperti Bank Dunia, IMF dan OECD juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 berada di kisaran 5,0% hingga 5,2%, didukung permintaan domestik yang kuat dan inflasi yang terkendali. Namun, mereka juga mengingatkan pentingnya menjaga stabilitas sektor keuangan dan meningkatkan daya saing industry nasional.

Di Tengah tantangan perlambatan, Indonesia masih memiliki peluang untuk menjaga momentum pertumbuhan. Permintaan domestik yang besar, potensi bonus demografi, serta program hilirisasi ndustri menjadi modal utama. Namun, tantangan struktural seperti
ketimpangan, produktivitas rendah dan ketergantungan pada komoditas tetap harus diatasi. Penguatan sektor manufaktur, digitalisasi ekonomi, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.

Selain itu, reformasi kebijakan investasi dana perrbaikan iklim usaha diharapkan mampu menarik lebih banyak investasi asing dan memperkuat daya saing nasional. Kondisi ekonomi Indonesia pada 2025 mencerminkan optimism yang hati – hati. Meski pertumbuhan ekonomi masih dibawah target pada awal tahun, berbagai kebijakan stimulus dan reformasi struktural diharpkan mampu menjaga momentum pertumbuhan diatas 5% pada akhir tahun. Kolaborasi antara pemerintah, dunia, usaha dan masyarakat menjadi
kunci untuk menghadapi tantangan global dan mewujudkan perekonomian yang tanggug dan inklusif.

Scroll to Top